Pelatihan Kader Dasar (PKD)
merupakan pengkaderan formal tingkat kedua setelah Masa Penerimaan Anggota Baru
(MAPABA) di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Secara definisi,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Pelatihan adalah proses, cara,
perbuatan melatih, kegiatan atau pekerjaan melatih, dan tempat melatih.
Sedangkan kader adalah orang yang diharapkan akan memegang peran penting dalam
sebuah organisasi.
Sementara dasar adalah pokok atau pangkal suatu aturan atau
ajaran.
Jadi, pengertian PKD adalah
" ...sebuah proses atau cara melatih seorang
anggota untuk menjadi kader yang diharapkan akan memegang peranan penting dalam
sebuah organisasi dengan pokok pangkal suatu aturan atau ajaran organisasinya..."
Harapan sebagai pemegang peranan penting kelak dalam sebuah organisasinya
menjadikan PKD sangat vital keberadaannya. Target yang hendak dicapai dalam
pelatihan ini adalah terwujudnya kader militan yang mempunyai komitmen dan
moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara praksis untuk terpanggil agar
melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
(A. Effendy Choiri dan Choirul Anam,
Pemikiran PMII dalam berbagai Visi dan Persepsi, Surabaya 1991).
Out put PKD
melahirkan seorang kader pergerakan yang siap terjun dan berada di
tengah-tengah masyarakat. Sehingga out come yang didapakan oleh pelaksanaan PKD
ini adalah kader mampu memberikan pembekalan untuk meniupkan ruhul jihad agar
PMII menjadi organisasi kader yang baik dan berwibawa di mata organisasi lain
dan di masyarakat
(Hasanuddin Wahid, Multi Level Strategi, PB PMII 2006).
Titik
tekan dalam pelaksanaan PKD ini agar kader mampu berjuang untuk memperbaiki
diri (tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai organisasi yang kondusif
untuk orang lain (anggota, dan masyarakat) untuk memperbaiki diri bersama-sama.
Selain itu, materi yang disampaikan lebih kepada penyadaran tentang ruhul
jihad, penguasaan skill keorganisasian, penguasaan wawasan untuk berkiprah yang
membawa kemanfaatan di tengah masyarakat secara khusus (kampus) atau secara
umumnya
(Tirmidi, NDP sebagai sumber inspirasi dan sumber Motivasi Kader PMII,
Disampaikan dalam Up-Grading Rayon Perjuangan Ibnu Aqiel, UIN Malang, 2010).
Tahapan Pra PKD
Pra-PKD ini adalah kegiatan nonformal yang diselenggarakan
sebelum menuju kepada kegiatan formal yang akan dilaksanakan, yaitu PKD.
Tujuannya agar para calon kader yang diharapkan mengikuti PKD dapat mengetahui
isi PKD atau sebagai pembekalan/pengantar sebelum menerima materi-materi yang
ada di dalam pelatihan serta sebagai momen penambahan wacana terkait PMII itu
sendiri.
(Modul Kaderisasi PC PMII Kota Malang, 2015: 23).
Tawaran materi yang
disampaikan, bisa diisi dengan muatan lokal sesuai dengan kondisi kekinian dan
tujuan PKD itu dilaksanakan, serta materi-materi pengantar lainnya yang dianggap
mendukung atau linier oleh pihak penyelenggara PKD terhadap materi yang hendak
disampaikan pada saat pelaksanaan PKD nantinya.
Namun, juga bisa dilaksanakan
kegiatan non materi yang menjadi pra syarat mengikuti PKD, seperti tahapan
screening, khotmil qur’an, dan lain-lainnya. Penting untuk dicermati oleh
pelaksana PKD, bahwa evaluasi terhadap kondisi kekinian anggota sangat
berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan PKD serta out put yang akan
dihasilkan.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, akan mengetahui kondisi
pemahaman calon kader terhadap seluruh muatan pelaksanaan kegiatan formal,
nonformal, dan informal yang telah dilakukan sebelumnya, serta menjadi salah
satu syarat sebagai sebuah disiplin yang hendak mengikuti proses pengkaderan
selanjutnya, yakni PKD.
Pelaksanaan PKD
Seperti yang telah menjadi pembahasan
pada runtutan tulisan artikel ini, konsep pelaksanaan PKD juga menjadi hal yang
sangat mungkin mengukur sejauh mana keberhasilan dan capaian proses pelaksanaan
PKD untuk dapat melahirkan kader seperti yang disebutkan sebelumnya.
Kelemahan
pelaksaan teknis penyelenggaraan PKD sering menjadi domain yang luput dari
perhatian, mulai dari internalisasi tujuan materi itu disampaikan kepada
peserta, metode yang digunakan berupa (ceramah, dialog, diskusi kelompok) dan
sebagainya, kedisiplinan peserta pada saat dalam forum, serta aktivitas
peserta, dan pemateri atau narasumber.
Selain itu, proses kegiatan dalam
masing-masing penyampaian materi juga jarang dianalisa, semisal, cara moderator
membuka jalannya suatu materi yang hendak disampaikan, narasumber yang akan
menyampaikan materinya dan model diskusi atau tanya jawab yang dirancang.
Efektivitas forum dengan rancangan gaya duduk, dan penunjang lainnya seperti
spidol, papan atau kertas plano serta pengkondisian peserta yang melanggar
peraturan pada saat penyampaian materi sedang berlangsung.
Lagi-lagi,
berdasarkan sejauh mana hasil analisa yang hendak dicapai oleh penyelenggara
PKD terhadap keinginan untuk dapat berhasil sesuai dengan harapan dan tujuan
dilaksanakannya PKD itu sendiri. Keperluan untuk mempersiapkan dengan konsep
seluruh rangkaian pelaksanaan PKD adalah hal yang wajib dilakukan.
Karena
konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
Artinya, dengan sulitnya proses pelaksanaan kegiatan yang hendak dilakukan
perlu untuk di regionalkan (di khususkan) agar mudah dalam mencapainya.
Fasilitator atau orang yang menyediakan fasilitas atau penyedia fasilitas juga
jarang yang mumpuni, karena komitmen penyedia fasilitas merupakan salah satu
untuk menjadikan PKD agar lebih baik, tidak logis jika penyedia fasilitas tidak
kompeten dalam kerja pelaksanaan yang hendak dilakukan.
Ini merupakan salah
satu masalah paling klasik dalam setiap proses penyelenggaraan kegiatan, baik
formal, informal maupun nonformal. Panitia dan fasilitator harus dievaluasi
sebagai bagian dalam merumuskan konsep agar rancangan yang dibuat mudah untuk
dicapai.
Karena saking susahnya menyelenggarakan kegiatan formal tersebut, maka
diperlukan kerja sama antar seluruh elemem agar ketercapaian pelaksanaan PKD
yang kurang memuaskan dapat teratasi dan berjalan sesuai dengan perencanaan.
Jika hanya bermodalkan semangat untuk melaksanakan PKD tanpa adanya kajian
mendalam mengapa perlu mengadakan PKD, itulah letak kekeliruan mendalam yang
berakibat pada fatalnya sistem kaderisasi yang hendak dicapai.
Jadi, PKD tidak
sebercanda kata semangat yang terlontar, namun lebih dari guyonan seperti
demikian. Juga berlaku pada tahapan-tahapan selanjutnya.
Tahapan Follow Up PKD
Follow Up PKD adalah kegiatan informal yang diselenggarakan setelah kegiatan
formal berupa PKD.
Tujuannya untuk meneguhkan komitmen PMII sebagai organisasi
gerakan serta untuk membangun kesinambungan antar kader dan tetap berjalan
sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan follow up di PKD.
Selain itu, juga
sebagai media untuk melakukan pendalaman materi dan mempraktekkan materi-materi
yang didapatkan selama pelatihan.
Dalam Follow Up, bisa dibentuk
kelompok-kelompok kecil (small group) yang beranggotakan antara 5-10 orang agar
memudahkan fasilitator untuk melakukan pendampingan secara intensif.
Pengelolaan dan managerial small group ini harus diserahkan langsung kepada
peserta sebagai media untuk uji coba terhadap keseriusan dan tanggung jawab,
baik dalam konteks pribadi maupun organisasi.
Misalnya kegiatan insidental
seperti bakti sosial, penyikapan isu-isu di kampus atau di Kota Malang dan
lainnya, atau bisa diisi dengan desain kegiatan yang telah direncanakan
(Modul
Kaderisasi PC PMII Kota Malang, 2015: 19).
Disinilah kader terdorong untuk
berjuang memperbaiki diri (tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai
organisasi yang kondusif untuk orang lain (anggota, dan masyarakat) untuk
memperbaiki diri bersama-sama. Dengan terwujudnya kader militan yang mempunyai
komitmen dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara praksis, maka kader
dengan sendirinya akan terpanggil melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
Pengkristalan tujuan organisasi di PMII kemudian dikenal dengan format profil
PMII, yaitu Trilogi PMII (Tri Motto, Tri Khidmat, dan Tri Komitmen). Citra diri
sebagai makhluk Ulul Albab yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan akan
mendorong kader untuk mencapai tujuan organisasinya.
Menjaga tradisi shadaqah
fatihah setiap diselenggarakannya majlis, khotmil qur’an, dakwah, kajian,
diskusi dan tradisi lainnya yang baik dan bermanfaat.
Penutup
PKD merupakan
kegiatan formal yang penting dan berpengaruh bagi keberlanjutan organisasi.
Mana kala kegiatan tersebut tidak maksimal dilakukan dan direncanakan dengan
baik, maka kemungkinan besar hasilnya pun demikian, karena lagi-lagi saya
tegaskan bahwasanya PKD tidak sebercanda kata semangat yang terlontar, namun
lebih dari guyonan seperti demikian.
Evaluasi terhadap perilaku anggota maupun
kader secara menyeluruh, baik struktural maupun nonstruktural akan menghasilkan
rekomendasi untuk mengkonstruksikan pola pengembangan sistem kaderisasi
kedepan.
Perencanaan yang baik pun, belum tentu menghasilkan sebuah pola
pengembangan yang baik pula, dengan demikian, perlu disadari bahwa sebuah
kegiatan, entah itu adalah kegiatan formal, informal maupun nonformal hendaknya
menjadi bahan kajian yang mendalam untuk mengetahui segala akar
permasalahannya.
Tulisan ini tidak untuk menggurui dan mengajari pembaca cara
merumuskan sebuah kegiatan atau secara langsung ditujukan pada siapapun, namun
lebih bersifat argumentatif dalam memandang segala hal yang penulis alami dan
penulis pantau selama ini dalam pelaksanaan kaderisasi formal, informa dan
nonformal di PMII. Jika sekiranya membantu silahkan di terapkan, atau pun
tidak, juga tak masalah.
Sumber : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Sumber : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Pelatihan Kader Dasar
(PKD) merupakan pengkaderan formal tingkat kedua setelah Masa Penerimaan
Anggota Baru (MAPABA) di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Secara definisi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pelatihan
adalah proses, cara, perbuatan melatih, kegiatan atau pekerjaan melatih,
dan tempat melatih. Sedangkan kader adalah orang yang diharapkan akan
memegang peran penting dalam sebuah organisasi. Sementara dasar adalah
pokok atau pangkal suatu aturan atau ajaran. Jadi, pengertian PKD adalah
sebuah proses atau cara melatih seorang anggota untuk menjadi kader
yang diharapkan akan memegang peranan penting dalam sebuah organisasi
dengan pokok pangkal suatu aturan atau ajaran organisasinya.
Harapan sebagai pemegang peranan penting kelak dalam sebuah
organisasinya menjadikan PKD sangat vital keberadaannya. Target yang
hendak dicapai dalam pelatihan ini adalah terwujudnya kader militan yang
mempunyai komitmen dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara
praksis untuk terpanggil agar melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (A.
Effendy Choiri dan Choirul Anam, Pemikiran PMII dalam berbagai Visi dan
Persepsi, Surabaya 1991).
Out put PKD melahirkan seorang kader pergerakan yang siap terjun dan
berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga out come yang didapakan
oleh pelaksanaan PKD ini adalah kader mampu memberikan pembekalan untuk
meniupkan ruhul jihad agar PMII menjadi organisasi kader yang baik dan
berwibawa di mata organisasi lain dan di masyarakat (Hasanuddin Wahid,
Multi Level Strategi, PB PMII 2006).
Titik tekan dalam pelaksanaan PKD ini agar kader mampu berjuang untuk
memperbaiki diri (tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai
organisasi yang kondusif untuk orang lain (anggota, dan masyarakat)
untuk memperbaiki diri bersama-sama. Selain itu, materi yang disampaikan
lebih kepada penyadaran tentang ruhul jihad, penguasaan skill
keorganisasian, penguasaan wawasan untuk berkiprah yang membawa
kemanfaatan di tengah masyarakat secara khusus (kampus) atau secara
umumnya (Tirmidi, NDP sebagai sumber inspirasi dan sumber Motivasi Kader
PMII, Disampaikan dalam Up-Grading Rayon Perjuangan Ibnu Aqiel, UIN
Malang, 2010).
Tahapan Pra PKD
Pra-PKD ini adalah kegiatan nonformal yang diselenggarakan sebelum
menuju kepada kegiatan formal yang akan dilaksanakan, yaitu PKD.
Tujuannya agar para calon kader yang diharapkan mengikuti PKD dapat
mengetahui isi PKD atau sebagai pembekalan/pengantar sebelum menerima
materi-materi yang ada di dalam pelatihan serta sebagai momen penambahan
wacana terkait PMII itu sendiri. (Modul Kaderisasi PC PMII Kota Malang,
2015: 23).
Tawaran materi yang disampaikan, bisa diisi dengan muatan lokal sesuai
dengan kondisi kekinian dan tujuan PKD itu dilaksanakan, serta
materi-materi pengantar lainnya yang dianggap mendukung atau linier oleh
pihak penyelenggara PKD terhadap materi yang hendak disampaikan pada
saat pelaksanaan PKD nantinya. Namun, juga bisa dilaksanakan kegiatan
non materi yang menjadi pra syarat mengikuti PKD, seperti tahapan
screening, khotmil qur’an, dan lain-lainnya.
Penting untuk dicermati oleh pelaksana PKD, bahwa evaluasi terhadap
kondisi kekinian anggota sangat berpengaruh pada keberhasilan
pelaksanaan PKD serta out put yang akan dihasilkan. Berdasarkan analisa
yang dilakukan, akan mengetahui kondisi pemahaman calon kader terhadap
seluruh muatan pelaksanaan kegiatan formal, nonformal, dan informal yang
telah dilakukan sebelumnya, serta menjadi salah satu syarat sebagai
sebuah disiplin yang hendak mengikuti proses pengkaderan selanjutnya,
yakni PKD.
Pelaksanaan PKD
Seperti yang telah menjadi pembahasan pada runtutan tulisan artikel ini,
konsep pelaksanaan PKD juga menjadi hal yang sangat mungkin mengukur
sejauh mana keberhasilan dan capaian proses pelaksanaan PKD untuk dapat
melahirkan kader seperti yang disebutkan sebelumnya. Kelemahan pelaksaan
teknis penyelenggaraan PKD sering menjadi domain yang luput dari
perhatian, mulai dari internalisasi tujuan materi itu disampaikan kepada
peserta, metode yang digunakan berupa (ceramah, dialog, diskusi
kelompok) dan sebagainya, kedisiplinan peserta pada saat dalam forum,
serta aktivitas peserta, dan pemateri atau narasumber.
Selain itu, proses kegiatan dalam masing-masing penyampaian materi juga
jarang dianalisa, semisal, cara moderator membuka jalannya suatu materi
yang hendak disampaikan, narasumber yang akan menyampaikan materinya dan
model diskusi atau tanya jawab yang dirancang. Efektivitas forum dengan
rancangan gaya duduk, dan penunjang lainnya seperti spidol, papan atau
kertas plano serta pengkondisian peserta yang melanggar peraturan pada
saat penyampaian materi sedang berlangsung.
Lagi-lagi, berdasarkan sejauh mana hasil analisa yang hendak dicapai
oleh penyelenggara PKD terhadap keinginan untuk dapat berhasil sesuai
dengan harapan dan tujuan dilaksanakannya PKD itu sendiri. Keperluan
untuk mempersiapkan dengan konsep seluruh rangkaian pelaksanaan PKD
adalah hal yang wajib dilakukan. Karena konsep adalah ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Artinya, dengan
sulitnya proses pelaksanaan kegiatan yang hendak dilakukan perlu untuk
di regionalkan (di khususkan) agar mudah dalam mencapainya.
Fasilitator atau orang yang menyediakan fasilitas atau penyedia
fasilitas juga jarang yang mumpuni, karena komitmen penyedia fasilitas
merupakan salah satu untuk menjadikan PKD agar lebih baik, tidak logis
jika penyedia fasilitas tidak kompeten dalam kerja pelaksanaan yang
hendak dilakukan. Ini merupakan salah satu masalah paling klasik dalam
setiap proses penyelenggaraan kegiatan, baik formal, informal maupun
nonformal. Panitia dan fasilitator harus dievaluasi sebagai bagian dalam
merumuskan konsep agar rancangan yang dibuat mudah untuk dicapai.
Karena saking susahnya menyelenggarakan kegiatan formal tersebut, maka
diperlukan kerja sama antar seluruh elemem agar ketercapaian pelaksanaan
PKD yang kurang memuaskan dapat teratasi dan berjalan sesuai dengan
perencanaan. Jika hanya bermodalkan semangat untuk melaksanakan PKD
tanpa adanya kajian mendalam mengapa perlu mengadakan PKD, itulah letak
kekeliruan mendalam yang berakibat pada fatalnya sistem kaderisasi yang
hendak dicapai. Jadi, PKD tidak sebercanda kata semangat yang terlontar,
namun lebih dari guyonan seperti demikian. Juga berlaku pada
tahapan-tahapan selanjutnya.
Tahapan Follow Up PKD
Follow Up PKD adalah kegiatan informal yang diselenggarakan setelah
kegiatan formal berupa PKD. Tujuannya untuk meneguhkan komitmen PMII
sebagai organisasi gerakan serta untuk membangun kesinambungan antar
kader dan tetap berjalan sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan follow
up di PKD. Selain itu, juga sebagai media untuk melakukan pendalaman
materi dan mempraktekkan materi-materi yang didapatkan selama pelatihan.
Dalam Follow Up, bisa dibentuk kelompok-kelompok kecil (small group)
yang beranggotakan antara 5-10 orang agar memudahkan fasilitator untuk
melakukan pendampingan secara intensif. Pengelolaan dan managerial small
group ini harus diserahkan langsung kepada peserta sebagai media untuk
uji coba terhadap keseriusan dan tanggung jawab, baik dalam konteks
pribadi maupun organisasi. Misalnya kegiatan insidental seperti bakti
sosial, penyikapan isu-isu di kampus atau di Kota Malang dan lainnya,
atau bisa diisi dengan desain kegiatan yang telah direncanakan (Modul
Kaderisasi PC PMII Kota Malang, 2015: 19).
Disinilah kader terdorong untuk berjuang memperbaiki diri
(tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai organisasi yang kondusif
untuk orang lain (anggota, dan masyarakat) untuk memperbaiki diri
bersama-sama. Dengan terwujudnya kader militan yang mempunyai komitmen
dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara praksis, maka kader
dengan sendirinya akan terpanggil melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
Pengkristalan tujuan organisasi di PMII kemudian dikenal dengan format
profil PMII, yaitu Trilogi PMII (Tri Motto, Tri Khidmat, dan Tri
Komitmen). Citra diri sebagai makhluk Ulul Albab yang senantiasa haus
akan ilmu pengetahuan akan mendorong kader untuk mencapai tujuan
organisasinya. Menjaga tradisi shadaqah fatihah setiap
diselenggarakannya majlis, khotmil qur’an, dakwah, kajian, diskusi dan
tradisi lainnya yang baik dan bermanfaat.
Penutup
PKD merupakan kegiatan formal yang penting dan berpengaruh bagi
keberlanjutan organisasi. Mana kala kegiatan tersebut tidak maksimal
dilakukan dan direncanakan dengan baik, maka kemungkinan besar hasilnya
pun demikian, karena lagi-lagi saya tegaskan bahwasanya PKD tidak
sebercanda kata semangat yang terlontar, namun lebih dari guyonan
seperti demikian.
Evaluasi terhadap perilaku anggota maupun kader secara menyeluruh, baik
struktural maupun nonstruktural akan menghasilkan rekomendasi untuk
mengkonstruksikan pola pengembangan sistem kaderisasi kedepan.
Perencanaan yang baik pun, belum tentu menghasilkan sebuah pola
pengembangan yang baik pula, dengan demikian, perlu disadari bahwa
sebuah kegiatan, entah itu adalah kegiatan formal, informal maupun
nonformal hendaknya menjadi bahan kajian yang mendalam untuk mengetahui
segala akar permasalahannya.
Tulisan ini tidak untuk menggurui dan mengajari pembaca cara merumuskan
sebuah kegiatan atau secara langsung ditujukan pada siapapun, namun
lebih bersifat argumentatif dalam memandang segala hal yang penulis
alami dan penulis pantau selama ini dalam pelaksanaan kaderisasi formal,
informa dan nonformal di PMII. Jika sekiranya membantu silahkan di
terapkan, atau pun tidak, juga tak masalah.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Pelatihan Kader Dasar
(PKD) merupakan pengkaderan formal tingkat kedua setelah Masa Penerimaan
Anggota Baru (MAPABA) di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Secara definisi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pelatihan
adalah proses, cara, perbuatan melatih, kegiatan atau pekerjaan melatih,
dan tempat melatih. Sedangkan kader adalah orang yang diharapkan akan
memegang peran penting dalam sebuah organisasi. Sementara dasar adalah
pokok atau pangkal suatu aturan atau ajaran. Jadi, pengertian PKD adalah
sebuah proses atau cara melatih seorang anggota untuk menjadi kader
yang diharapkan akan memegang peranan penting dalam sebuah organisasi
dengan pokok pangkal suatu aturan atau ajaran organisasinya.
Harapan sebagai pemegang peranan penting kelak dalam sebuah
organisasinya menjadikan PKD sangat vital keberadaannya. Target yang
hendak dicapai dalam pelatihan ini adalah terwujudnya kader militan yang
mempunyai komitmen dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara
praksis untuk terpanggil agar melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (A.
Effendy Choiri dan Choirul Anam, Pemikiran PMII dalam berbagai Visi dan
Persepsi, Surabaya 1991).
Out put PKD melahirkan seorang kader pergerakan yang siap terjun dan
berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga out come yang didapakan
oleh pelaksanaan PKD ini adalah kader mampu memberikan pembekalan untuk
meniupkan ruhul jihad agar PMII menjadi organisasi kader yang baik dan
berwibawa di mata organisasi lain dan di masyarakat (Hasanuddin Wahid,
Multi Level Strategi, PB PMII 2006).
Titik tekan dalam pelaksanaan PKD ini agar kader mampu berjuang untuk
memperbaiki diri (tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai
organisasi yang kondusif untuk orang lain (anggota, dan masyarakat)
untuk memperbaiki diri bersama-sama. Selain itu, materi yang disampaikan
lebih kepada penyadaran tentang ruhul jihad, penguasaan skill
keorganisasian, penguasaan wawasan untuk berkiprah yang membawa
kemanfaatan di tengah masyarakat secara khusus (kampus) atau secara
umumnya (Tirmidi, NDP sebagai sumber inspirasi dan sumber Motivasi Kader
PMII, Disampaikan dalam Up-Grading Rayon Perjuangan Ibnu Aqiel, UIN
Malang, 2010).
Tahapan Pra PKD
Pra-PKD ini adalah kegiatan nonformal yang diselenggarakan sebelum
menuju kepada kegiatan formal yang akan dilaksanakan, yaitu PKD.
Tujuannya agar para calon kader yang diharapkan mengikuti PKD dapat
mengetahui isi PKD atau sebagai pembekalan/pengantar sebelum menerima
materi-materi yang ada di dalam pelatihan serta sebagai momen penambahan
wacana terkait PMII itu sendiri. (Modul Kaderisasi PC PMII Kota Malang,
2015: 23).
Tawaran materi yang disampaikan, bisa diisi dengan muatan lokal sesuai
dengan kondisi kekinian dan tujuan PKD itu dilaksanakan, serta
materi-materi pengantar lainnya yang dianggap mendukung atau linier oleh
pihak penyelenggara PKD terhadap materi yang hendak disampaikan pada
saat pelaksanaan PKD nantinya. Namun, juga bisa dilaksanakan kegiatan
non materi yang menjadi pra syarat mengikuti PKD, seperti tahapan
screening, khotmil qur’an, dan lain-lainnya.
Penting untuk dicermati oleh pelaksana PKD, bahwa evaluasi terhadap
kondisi kekinian anggota sangat berpengaruh pada keberhasilan
pelaksanaan PKD serta out put yang akan dihasilkan. Berdasarkan analisa
yang dilakukan, akan mengetahui kondisi pemahaman calon kader terhadap
seluruh muatan pelaksanaan kegiatan formal, nonformal, dan informal yang
telah dilakukan sebelumnya, serta menjadi salah satu syarat sebagai
sebuah disiplin yang hendak mengikuti proses pengkaderan selanjutnya,
yakni PKD.
Pelaksanaan PKD
Seperti yang telah menjadi pembahasan pada runtutan tulisan artikel ini,
konsep pelaksanaan PKD juga menjadi hal yang sangat mungkin mengukur
sejauh mana keberhasilan dan capaian proses pelaksanaan PKD untuk dapat
melahirkan kader seperti yang disebutkan sebelumnya. Kelemahan pelaksaan
teknis penyelenggaraan PKD sering menjadi domain yang luput dari
perhatian, mulai dari internalisasi tujuan materi itu disampaikan kepada
peserta, metode yang digunakan berupa (ceramah, dialog, diskusi
kelompok) dan sebagainya, kedisiplinan peserta pada saat dalam forum,
serta aktivitas peserta, dan pemateri atau narasumber.
Selain itu, proses kegiatan dalam masing-masing penyampaian materi juga
jarang dianalisa, semisal, cara moderator membuka jalannya suatu materi
yang hendak disampaikan, narasumber yang akan menyampaikan materinya dan
model diskusi atau tanya jawab yang dirancang. Efektivitas forum dengan
rancangan gaya duduk, dan penunjang lainnya seperti spidol, papan atau
kertas plano serta pengkondisian peserta yang melanggar peraturan pada
saat penyampaian materi sedang berlangsung.
Lagi-lagi, berdasarkan sejauh mana hasil analisa yang hendak dicapai
oleh penyelenggara PKD terhadap keinginan untuk dapat berhasil sesuai
dengan harapan dan tujuan dilaksanakannya PKD itu sendiri. Keperluan
untuk mempersiapkan dengan konsep seluruh rangkaian pelaksanaan PKD
adalah hal yang wajib dilakukan. Karena konsep adalah ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Artinya, dengan
sulitnya proses pelaksanaan kegiatan yang hendak dilakukan perlu untuk
di regionalkan (di khususkan) agar mudah dalam mencapainya.
Fasilitator atau orang yang menyediakan fasilitas atau penyedia
fasilitas juga jarang yang mumpuni, karena komitmen penyedia fasilitas
merupakan salah satu untuk menjadikan PKD agar lebih baik, tidak logis
jika penyedia fasilitas tidak kompeten dalam kerja pelaksanaan yang
hendak dilakukan. Ini merupakan salah satu masalah paling klasik dalam
setiap proses penyelenggaraan kegiatan, baik formal, informal maupun
nonformal. Panitia dan fasilitator harus dievaluasi sebagai bagian dalam
merumuskan konsep agar rancangan yang dibuat mudah untuk dicapai.
Karena saking susahnya menyelenggarakan kegiatan formal tersebut, maka
diperlukan kerja sama antar seluruh elemem agar ketercapaian pelaksanaan
PKD yang kurang memuaskan dapat teratasi dan berjalan sesuai dengan
perencanaan. Jika hanya bermodalkan semangat untuk melaksanakan PKD
tanpa adanya kajian mendalam mengapa perlu mengadakan PKD, itulah letak
kekeliruan mendalam yang berakibat pada fatalnya sistem kaderisasi yang
hendak dicapai. Jadi, PKD tidak sebercanda kata semangat yang terlontar,
namun lebih dari guyonan seperti demikian. Juga berlaku pada
tahapan-tahapan selanjutnya.
Tahapan Follow Up PKD
Follow Up PKD adalah kegiatan informal yang diselenggarakan setelah
kegiatan formal berupa PKD. Tujuannya untuk meneguhkan komitmen PMII
sebagai organisasi gerakan serta untuk membangun kesinambungan antar
kader dan tetap berjalan sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan follow
up di PKD. Selain itu, juga sebagai media untuk melakukan pendalaman
materi dan mempraktekkan materi-materi yang didapatkan selama pelatihan.
Dalam Follow Up, bisa dibentuk kelompok-kelompok kecil (small group)
yang beranggotakan antara 5-10 orang agar memudahkan fasilitator untuk
melakukan pendampingan secara intensif. Pengelolaan dan managerial small
group ini harus diserahkan langsung kepada peserta sebagai media untuk
uji coba terhadap keseriusan dan tanggung jawab, baik dalam konteks
pribadi maupun organisasi. Misalnya kegiatan insidental seperti bakti
sosial, penyikapan isu-isu di kampus atau di Kota Malang dan lainnya,
atau bisa diisi dengan desain kegiatan yang telah direncanakan (Modul
Kaderisasi PC PMII Kota Malang, 2015: 19).
Disinilah kader terdorong untuk berjuang memperbaiki diri
(tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai organisasi yang kondusif
untuk orang lain (anggota, dan masyarakat) untuk memperbaiki diri
bersama-sama. Dengan terwujudnya kader militan yang mempunyai komitmen
dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara praksis, maka kader
dengan sendirinya akan terpanggil melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
Pengkristalan tujuan organisasi di PMII kemudian dikenal dengan format
profil PMII, yaitu Trilogi PMII (Tri Motto, Tri Khidmat, dan Tri
Komitmen). Citra diri sebagai makhluk Ulul Albab yang senantiasa haus
akan ilmu pengetahuan akan mendorong kader untuk mencapai tujuan
organisasinya. Menjaga tradisi shadaqah fatihah setiap
diselenggarakannya majlis, khotmil qur’an, dakwah, kajian, diskusi dan
tradisi lainnya yang baik dan bermanfaat.
Penutup
PKD merupakan kegiatan formal yang penting dan berpengaruh bagi
keberlanjutan organisasi. Mana kala kegiatan tersebut tidak maksimal
dilakukan dan direncanakan dengan baik, maka kemungkinan besar hasilnya
pun demikian, karena lagi-lagi saya tegaskan bahwasanya PKD tidak
sebercanda kata semangat yang terlontar, namun lebih dari guyonan
seperti demikian.
Evaluasi terhadap perilaku anggota maupun kader secara menyeluruh, baik
struktural maupun nonstruktural akan menghasilkan rekomendasi untuk
mengkonstruksikan pola pengembangan sistem kaderisasi kedepan.
Perencanaan yang baik pun, belum tentu menghasilkan sebuah pola
pengembangan yang baik pula, dengan demikian, perlu disadari bahwa
sebuah kegiatan, entah itu adalah kegiatan formal, informal maupun
nonformal hendaknya menjadi bahan kajian yang mendalam untuk mengetahui
segala akar permasalahannya.
Tulisan ini tidak untuk menggurui dan mengajari pembaca cara merumuskan
sebuah kegiatan atau secara langsung ditujukan pada siapapun, namun
lebih bersifat argumentatif dalam memandang segala hal yang penulis
alami dan penulis pantau selama ini dalam pelaksanaan kaderisasi formal,
informa dan nonformal di PMII. Jika sekiranya membantu silahkan di
terapkan, atau pun tidak, juga tak masalah.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Pelatihan Kader Dasar
(PKD) merupakan pengkaderan formal tingkat kedua setelah Masa Penerimaan
Anggota Baru (MAPABA) di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Secara definisi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pelatihan
adalah proses, cara, perbuatan melatih, kegiatan atau pekerjaan melatih,
dan tempat melatih. Sedangkan kader adalah orang yang diharapkan akan
memegang peran penting dalam sebuah organisasi. Sementara dasar adalah
pokok atau pangkal suatu aturan atau ajaran. Jadi, pengertian PKD adalah
sebuah proses atau cara melatih seorang anggota untuk menjadi kader
yang diharapkan akan memegang peranan penting dalam sebuah organisasi
dengan pokok pangkal suatu aturan atau ajaran organisasinya.
Harapan sebagai pemegang peranan penting kelak dalam sebuah
organisasinya menjadikan PKD sangat vital keberadaannya. Target yang
hendak dicapai dalam pelatihan ini adalah terwujudnya kader militan yang
mempunyai komitmen dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara
praksis untuk terpanggil agar melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (A.
Effendy Choiri dan Choirul Anam, Pemikiran PMII dalam berbagai Visi dan
Persepsi, Surabaya 1991).
Out put PKD melahirkan seorang kader pergerakan yang siap terjun dan
berada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga out come yang didapakan
oleh pelaksanaan PKD ini adalah kader mampu memberikan pembekalan untuk
meniupkan ruhul jihad agar PMII menjadi organisasi kader yang baik dan
berwibawa di mata organisasi lain dan di masyarakat (Hasanuddin Wahid,
Multi Level Strategi, PB PMII 2006).
Titik tekan dalam pelaksanaan PKD ini agar kader mampu berjuang untuk
memperbaiki diri (tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai
organisasi yang kondusif untuk orang lain (anggota, dan masyarakat)
untuk memperbaiki diri bersama-sama. Selain itu, materi yang disampaikan
lebih kepada penyadaran tentang ruhul jihad, penguasaan skill
keorganisasian, penguasaan wawasan untuk berkiprah yang membawa
kemanfaatan di tengah masyarakat secara khusus (kampus) atau secara
umumnya (Tirmidi, NDP sebagai sumber inspirasi dan sumber Motivasi Kader
PMII, Disampaikan dalam Up-Grading Rayon Perjuangan Ibnu Aqiel, UIN
Malang, 2010).
Tahapan Pra PKD
Pra-PKD ini adalah kegiatan nonformal yang diselenggarakan sebelum
menuju kepada kegiatan formal yang akan dilaksanakan, yaitu PKD.
Tujuannya agar para calon kader yang diharapkan mengikuti PKD dapat
mengetahui isi PKD atau sebagai pembekalan/pengantar sebelum menerima
materi-materi yang ada di dalam pelatihan serta sebagai momen penambahan
wacana terkait PMII itu sendiri. (Modul Kaderisasi PC PMII Kota Malang,
2015: 23).
Tawaran materi yang disampaikan, bisa diisi dengan muatan lokal sesuai
dengan kondisi kekinian dan tujuan PKD itu dilaksanakan, serta
materi-materi pengantar lainnya yang dianggap mendukung atau linier oleh
pihak penyelenggara PKD terhadap materi yang hendak disampaikan pada
saat pelaksanaan PKD nantinya. Namun, juga bisa dilaksanakan kegiatan
non materi yang menjadi pra syarat mengikuti PKD, seperti tahapan
screening, khotmil qur’an, dan lain-lainnya.
Penting untuk dicermati oleh pelaksana PKD, bahwa evaluasi terhadap
kondisi kekinian anggota sangat berpengaruh pada keberhasilan
pelaksanaan PKD serta out put yang akan dihasilkan. Berdasarkan analisa
yang dilakukan, akan mengetahui kondisi pemahaman calon kader terhadap
seluruh muatan pelaksanaan kegiatan formal, nonformal, dan informal yang
telah dilakukan sebelumnya, serta menjadi salah satu syarat sebagai
sebuah disiplin yang hendak mengikuti proses pengkaderan selanjutnya,
yakni PKD.
Pelaksanaan PKD
Seperti yang telah menjadi pembahasan pada runtutan tulisan artikel ini,
konsep pelaksanaan PKD juga menjadi hal yang sangat mungkin mengukur
sejauh mana keberhasilan dan capaian proses pelaksanaan PKD untuk dapat
melahirkan kader seperti yang disebutkan sebelumnya. Kelemahan pelaksaan
teknis penyelenggaraan PKD sering menjadi domain yang luput dari
perhatian, mulai dari internalisasi tujuan materi itu disampaikan kepada
peserta, metode yang digunakan berupa (ceramah, dialog, diskusi
kelompok) dan sebagainya, kedisiplinan peserta pada saat dalam forum,
serta aktivitas peserta, dan pemateri atau narasumber.
Selain itu, proses kegiatan dalam masing-masing penyampaian materi juga
jarang dianalisa, semisal, cara moderator membuka jalannya suatu materi
yang hendak disampaikan, narasumber yang akan menyampaikan materinya dan
model diskusi atau tanya jawab yang dirancang. Efektivitas forum dengan
rancangan gaya duduk, dan penunjang lainnya seperti spidol, papan atau
kertas plano serta pengkondisian peserta yang melanggar peraturan pada
saat penyampaian materi sedang berlangsung.
Lagi-lagi, berdasarkan sejauh mana hasil analisa yang hendak dicapai
oleh penyelenggara PKD terhadap keinginan untuk dapat berhasil sesuai
dengan harapan dan tujuan dilaksanakannya PKD itu sendiri. Keperluan
untuk mempersiapkan dengan konsep seluruh rangkaian pelaksanaan PKD
adalah hal yang wajib dilakukan. Karena konsep adalah ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Artinya, dengan
sulitnya proses pelaksanaan kegiatan yang hendak dilakukan perlu untuk
di regionalkan (di khususkan) agar mudah dalam mencapainya.
Fasilitator atau orang yang menyediakan fasilitas atau penyedia
fasilitas juga jarang yang mumpuni, karena komitmen penyedia fasilitas
merupakan salah satu untuk menjadikan PKD agar lebih baik, tidak logis
jika penyedia fasilitas tidak kompeten dalam kerja pelaksanaan yang
hendak dilakukan. Ini merupakan salah satu masalah paling klasik dalam
setiap proses penyelenggaraan kegiatan, baik formal, informal maupun
nonformal. Panitia dan fasilitator harus dievaluasi sebagai bagian dalam
merumuskan konsep agar rancangan yang dibuat mudah untuk dicapai.
Karena saking susahnya menyelenggarakan kegiatan formal tersebut, maka
diperlukan kerja sama antar seluruh elemem agar ketercapaian pelaksanaan
PKD yang kurang memuaskan dapat teratasi dan berjalan sesuai dengan
perencanaan. Jika hanya bermodalkan semangat untuk melaksanakan PKD
tanpa adanya kajian mendalam mengapa perlu mengadakan PKD, itulah letak
kekeliruan mendalam yang berakibat pada fatalnya sistem kaderisasi yang
hendak dicapai. Jadi, PKD tidak sebercanda kata semangat yang terlontar,
namun lebih dari guyonan seperti demikian. Juga berlaku pada
tahapan-tahapan selanjutnya.
Tahapan Follow Up PKD
Follow Up PKD adalah kegiatan informal yang diselenggarakan setelah
kegiatan formal berupa PKD. Tujuannya untuk meneguhkan komitmen PMII
sebagai organisasi gerakan serta untuk membangun kesinambungan antar
kader dan tetap berjalan sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan follow
up di PKD. Selain itu, juga sebagai media untuk melakukan pendalaman
materi dan mempraktekkan materi-materi yang didapatkan selama pelatihan.
Dalam Follow Up, bisa dibentuk kelompok-kelompok kecil (small group)
yang beranggotakan antara 5-10 orang agar memudahkan fasilitator untuk
melakukan pendampingan secara intensif. Pengelolaan dan managerial small
group ini harus diserahkan langsung kepada peserta sebagai media untuk
uji coba terhadap keseriusan dan tanggung jawab, baik dalam konteks
pribadi maupun organisasi. Misalnya kegiatan insidental seperti bakti
sosial, penyikapan isu-isu di kampus atau di Kota Malang dan lainnya,
atau bisa diisi dengan desain kegiatan yang telah direncanakan (Modul
Kaderisasi PC PMII Kota Malang, 2015: 19).
Disinilah kader terdorong untuk berjuang memperbaiki diri
(tazkiyatunnafs), dan menjadikan PMII sebagai organisasi yang kondusif
untuk orang lain (anggota, dan masyarakat) untuk memperbaiki diri
bersama-sama. Dengan terwujudnya kader militan yang mempunyai komitmen
dan moralitas sebagai dasar kemampuan kader secara praksis, maka kader
dengan sendirinya akan terpanggil melakukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
Pengkristalan tujuan organisasi di PMII kemudian dikenal dengan format
profil PMII, yaitu Trilogi PMII (Tri Motto, Tri Khidmat, dan Tri
Komitmen). Citra diri sebagai makhluk Ulul Albab yang senantiasa haus
akan ilmu pengetahuan akan mendorong kader untuk mencapai tujuan
organisasinya. Menjaga tradisi shadaqah fatihah setiap
diselenggarakannya majlis, khotmil qur’an, dakwah, kajian, diskusi dan
tradisi lainnya yang baik dan bermanfaat.
Penutup
PKD merupakan kegiatan formal yang penting dan berpengaruh bagi
keberlanjutan organisasi. Mana kala kegiatan tersebut tidak maksimal
dilakukan dan direncanakan dengan baik, maka kemungkinan besar hasilnya
pun demikian, karena lagi-lagi saya tegaskan bahwasanya PKD tidak
sebercanda kata semangat yang terlontar, namun lebih dari guyonan
seperti demikian.
Evaluasi terhadap perilaku anggota maupun kader secara menyeluruh, baik
struktural maupun nonstruktural akan menghasilkan rekomendasi untuk
mengkonstruksikan pola pengembangan sistem kaderisasi kedepan.
Perencanaan yang baik pun, belum tentu menghasilkan sebuah pola
pengembangan yang baik pula, dengan demikian, perlu disadari bahwa
sebuah kegiatan, entah itu adalah kegiatan formal, informal maupun
nonformal hendaknya menjadi bahan kajian yang mendalam untuk mengetahui
segala akar permasalahannya.
Tulisan ini tidak untuk menggurui dan mengajari pembaca cara merumuskan
sebuah kegiatan atau secara langsung ditujukan pada siapapun, namun
lebih bersifat argumentatif dalam memandang segala hal yang penulis
alami dan penulis pantau selama ini dalam pelaksanaan kaderisasi formal,
informa dan nonformal di PMII. Jika sekiranya membantu silahkan di
terapkan, atau pun tidak, juga tak masalah.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fairoziahmad/pra-pelatihan-pelaksanaan-dan-pasca-pelatihan-kader-dasar_56d21ee91f23bd8a3b5c92d5
0 komentar:
Posting Komentar